ma'in

Kerajaan Ma'in

Kerajaan Arabia Kuno yang Menyebar Hingga ke Yunani

Arab Yaman

Orang-orang Arab asli dan yang paling tua adalah orang-orang Arab Selatan di negeri Yaman. Mereka semua adalah keturunan Qahthan putra Nabi Hud.
Namun, pada generasi kelima setelah Qahthan, jumlah populasi negeri tersebut mulai meningkat. Konfederasi antar keluarga telah membentuk suku-suku. Lalu, konfederasi suku pun membentuk kabilah-kabilah. Sebagian kabilah menempati belahan barat Yaman—Ma’in, Saba’, dan Qataban—dan sebagian lainnya mendiami timur—Hadramaut, Himyar. Akan tetapi, kabilah di barat tampil lebih dominan.

Berdirinya Kerajaan Ma'in

Sekitar tahun 1300 s.M, berdiri Kerajaan Ma’in di utara Yaman—di Jauf. Kerajaan ini merupakan konfederasi beberapa negara kota, yakni: Qorn—ibukota, Yatsil/Baraqisy, Nisyaq, Risyan, Haram, Kaminah, dan Nisyan/Kharibah As-Sauda’.
Penduduknya bernasab kepada seorang pribumi Yaman bernama Malik bin Adad yang dijuluki “Madzhaj”. Malik bin Adad adalah putra Zaid, putra Yasyjub, putra ‘Arib, putra Zaid, putra Kahlan, putra Saba’ putra Yasyjub, putra Ya’rub, putra Qahthan, putra Nabi Hud.
Pemimpin di Ma’in adalah seorang raja, yang memerintah di ibukota, yaitu Qorn. Sang raja membawahi para kabir—semacam guburnur—yang memimpin provinsi-provinsi di Ma’in. Para kabir senantiasa melapor kepada raja dan menaati perintahnya. Dalam prasasti-prasasti yang ditemukan di Jauf, nama kabir selalu disebut setelah nama raja dan nama dewa bangsa Ma’in.

Sistem Pemerintahan Ma'in

Selain itu, baginda dibantu pula oleh para pemimpin kabilah dan tokoh agama dalam pengambilan keputusan kenegaraan. Mereka berdiskusi di dalam rumah majlis—semacam Majlis Permusyawaratan Rakyat dalam sistem demokrasi, yang disebut dengan mizwad, untuk mendiskusikan urusan-urusan negara. Ma’in lebih tampak seperti monarki konstitusional, ketimbang monarki absolut.
Adapun Mizwad yang menjadi pusat pemerintahan tersebut sebenarnya bukan hanya terdapat di ibukota, melainkan juga terdapat di kota-kota Ma’in lainnya. Sistem ini agaknya menunjukkan kuatnya pengaruh suku-suku di luar kerajaan yang menjalankan fungsi “check and balance” agar kerajaan berjalan dengan baik. Di kemudian hari, sistem ini pun digunakan oleh Qushay dengan membangun Daarun Nadwah di Makkah.

Ekonomi Ma'in

Konstitusi di Ma’in pada kelanjutannya menciptakan stabilitas dan rasa aman sehingga ekonomi di Kerajaan Ma’in tumbuh dengan baik. Sebagai pintu masuk bagi komoditas Afrika timur, India, Indonesia, dan China untuk dibawa ke negeri-negeri di utara, Ma’in menikmati keuntungan yang berlimpah. Kerajaan ini menetapkan ‘usyr, atau pajak sepersepuluh untuk setiap volume—bukan berat—komoditas impor dan setiap penghasilan—seperti pertanian—penduduknya. Namun, selain dari pajak ‘usyr, Kerajaan Ma’in juga mendapatkan pemasukan dari “bisnis” kuil.

Religi Ma'in

Sebagaimana tradisi masyarakat pada zaman kuno (periode 3000 s.M-500 M) hingga abad pertengahan (periode 500 M-1400 M), kuil, bait suci, atau rumah ibadah merupakan pusat kehidupan sosial dan keagamaan. Penduduk Ma’in percaya bahwa dewa-dewa langit yang mereka puja—Dewa Atsar Dzu Qobdh (venus), Wadd (bulan), dan Nakrah (matahari)—mampu memberikan keselamatan, kemakmuran, dan kesehatan. Maka, kerap kali untuk membayar nazar, setelah sembuh dari sakit, setelah sukses melakukan perniagaan, atau setelah pulang dari perang dengan selamat, mereka pergi ke kuil, menunjukkan syukur kepada dewa yang mereka puja dengan memberikan sejumlah harta persembahan.

Ma'in Pada Masa Helenisme

Banyak sejarahwan memperkirakan bahwa Ma’in runtuh antara tahun 650 dan 500sM, ditaklukkan oleh tetangganya, Kerajaan Saba. Namun, sebenarnya hipotesis tersebut masih terbilang kurang tepat. Fakta dari berbagai prasasti yang menunjukkan bahwa Kerajaan Ma’in masih berdiri sampai era setelah Masehi—seperti dikemukakan Jawad Ali —menunjukkan bahwa kemungkinan, Ma’in tidak benar-benar runtuh, melainkan hanya tunduk kepada supremasi Kerajaan Saba’.

Penemuan koin Drachma (Dirham) Kerajaan Ma’in pada abad ke-3 s.M menguatkan kemungkinan tersebut. Koin tersebut bergambar seorang raja yang sedang duduk di atas singgasana. Satu tangannya memegang setangkai mawar atau seekor burung sementara tangan lainnya memegang sebuah tongkat yang panjang. Di sisi lain koin ini terdapat nama sang raja dengan dalam aksara Musnad bertuliskan “Ab Yitsa.” Koin yang merupakan tiruan dari koin-koin yang dicetak oleh para penerus Alexander Agung ini, selain menunjukkan kedaulatan Ma’in dengan otoritas pencetakan mata uang juga memberitahukan kita bahwa Ma’in masih ada di muka bumi pada masa-masa pengaruh Helenisme yang berlangsung hingga pada abad pertama Masehi.

Ekspansi Ma'in ke Arab Utara hingga ke Yunani

Oleh karena kemunduran politiknya di Yaman, Ma’in melakukan ekspansi ke negeri-negeri di utara. Barangkali, itulah sebabnya banyak prasasti menunjukkan bahwa koloni-koloni Ma’in telah tumbuh di Al-‘Ula, di dataran tinggi Hijaz, di kerajaan Jordania, Palestina Selatan, Syam, Mesir, bahkan hingga ke pulau Delos di Yunani.
Mungkin pula, karena krisis kepemimpinan, Kerajaan Ma’in terpecah belah. Kerajaan-kerajaan kecil bermunculan di wilayah Ma’in, di antaranya kerajaan Haram, Nisy, Kaminat, dan Kerajaan Lihyan di Dedan (utara Hijaz) yang sebelumnya merupakan salah satu provinsi Ma’in. Perpecahan ini—perlahan tapi pasti—berakhir dengan redupnya Ma’in seiring dengan bersinarnya Saba, sebuah kerajaan tua lain di selatan Yaman.
Chat with MisterArie